Ayat Hari Ini:

Showing posts with label Matius. Show all posts
Showing posts with label Matius. Show all posts

Monday, April 25, 2011

Empat Tokoh dalam Kebangkitan Kristus menurut Injil Matius (2)


Episode kedua dalam Kebangkitan Yesus Kristus menurut Injil Matius, masih melibatkan empat tokoh yang bisa dibandingkan dengan empat tokoh dalam episode pertama. Jika dibandingkan dengan empat tokoh yang pertama, kita bisa melihat ada beberapa hal yang sama, serta perbedaan yang signifikan.

1. Utusan Allah: Imam-Imam Kepala (Mat 28:11-14)
12 Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu 13 dan berkata: "Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur. (Mat 28:12-13)
Imam-imam kepala seharusnya menjadi wakil dari Allah yang menyatakan dan memberitakan kebenaran. Mereka tahu Yesus Kristus akan bangkit pada hari ketiga. Tapi, mereka justru ingin mencegah kebangkitan itu dengan meminta Pilatus memberikan penjaga dan memeterai kubur Yesus. Usaha mereka gagal!
Ketika penjaga-penjaga melaporkan kebangkitan Kristus, imam-imam kepala tidak menuduh para penjaga berbohong. Mereka menerima itu sebagai kebenaran, karena kebangkitan adalah penggenapan nubuat dari perkataan Tuhan Yesus sebelumnya yang masih diingat oleh para imam kepala. Seharusnya dengan mengetahui kebenaran, mereka lebih gampang untuk percaya dan beriman kepada Yesus Kristus yang bangkit dan sanggup menebus dosa-dosa mereka yang sudah menyalibkan-Nya. 
Ternyata, imam-imam kepala lebih memilih untuk menambah dosa mereka dengan menyogok para penjaga dan menyebarkan berita bohong bahwa murid-murid Yesus sudah mencuri mayat-Nya. 
Para imam kepala seharusnya seperti malaikat Tuhan yang tahu kebenaran dan menyatakan kebenaran itu, tapi mereka justru membelokkan kebenaran. Semoga para pemimpin gereja tidak mengikuti apa yang dilakukan imam-imam kepala.

2. Utusan Pemerintah: Penjaga-Penjaga (Mat 28:11,15)
15 Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini. (Mat 28:15)
Para penjaga yang mendapatkan keuntungan besar dari keberdosaan para imam kepala. Tapi, tanpa mereka sadari mereka justru sedang mengalami kerugian yang jauh lebih besar. Mereka memang mendapatkan uang dalam jumlah yang besar, tapi mereka tidak mendapatkan iman, anugerah, hidup yang kekal dan kuasa untuk menjadi saksi kebangkitan. Dengan uang mereka hanya menjadi pendusta-pendusta. Padahal mereka sudah mendapatkan kesempatan untuk melihat peristiwa besar dalam sejarah, yang tidak akan pernah dilihat dan dialami oleh orang lain. 
Untuk apa sejumlah besar uang kalau tidak ada penyertaan Tuhan? Bisakah mereka mempergunakannya dengan benar? Apa gunanya uang yang didapatkan dari menceritakan kabar bohong? Kasihan sekali!

3. Pengikut-Pengikut Kristus: 11 Murid (Mat 28:16-17)
16 Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka. 17 Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. (Mat 28:16-17)
Kesebelas murid ini seharusnya lebih baik dari perempuan-perempuan yang tidak mendapatkan kesempatan dan anugerah seperti murid-murid. Mereka bisa ikut Tuhan Yesus kapan saja dan diajarkan langsung oleh Tuhan Yesus. Berbeda dengan perempuan-perempuan yang hanya mendengarkan sebagian dan tidak selalu bisa bersama-sama dengan Tuhan Yesus.
Kenyataannya murid-murid Tuhan Yesus tidak lebih baik dan beriman dibandingkan perempuan-perempuan. Mereka bukan hanya tidak mengerti perkataan dan nubuat Tuhan Yesus tentang kematian dan kebangkitan-Nya. Sebagian dari mereka bahkan masih tetap ragu-ragu untuk menyembah Tuhan Yesus.
Tapi, yang lebih aneh lagi. Tuhan Yesus tetap mau memakai mereka semua dan mengutus mereka menjadi saksi-saksi kebangkitan. Ini namanya anugerah! Murid-murid yang tidak layak, malah dilayakkan, diperlengkapi dan diutus. Betapa besar anugerah Tuhan kepada murid-murid-Nya yang ragu-ragu!

4. Pusat Kebangkitan: Yesus Kristus (Mat 28:18-20)
18 Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. 19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:18-20)
Yesus Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya membangkitkan murid-murid-Nya dan mengutus mereka untuk memuridkan. Apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus sangat beresiko. Mempercayakan tugas yang besar dan mulia kepada murid-murid-Nya yang belum mengerti semua pengajaran-Nya dan sebagian masih ragu-ragu untuk menyembah-Nya? Sulit dipercaya! Tapi itulah yang diinginkan oleh Tuhan Yesus, mempercayakan kepada murid-murid-Nya sekalipun resikonya sangat besar untuk gagal jika dibandingkan dengan Tuhan yang mengerjakan dan membereskan semuanya.

Kebangkitan ternyata bukan hanya sekedar menerima sukacita, anugerah dan hidup yang kekal. Tapi, kebangkitan juga berhubungan dengan kuasa untuk berlipat ganda dan memuridkan. Pekerjaan yang sulit ini dijamin oleh Tuhan Yesus dengan penyertaan-Nya.
Banyak sekali orang percaya yang hanya mau meminta penyertaan Tuhan, tapi tidak ingin berbagian dalam pekerjaan pelayanan pemuridan. Padahal justru waktu pergi dan memuridkan, kuasa kebangkitan dan penyertaan Tuhan bisa terlihat dengan nyata.

Semoga dengan kebangkitan Kristus membuat kita bisa semakin percaya dengan kuasa yang bekerja dalam kebangkitan Kristus yang membuat kita sanggup mengalahkan dosa, mendapatkan hidup yang baru dan kekal, serta bisa pergi untuk menyaksikan kepada orang-orang berdosa yang tidak layak menerimanya, memuridkan dan mengajar mereka. Selamat Paskah.

Sunday, April 24, 2011

Empat Tokoh dalam Kebangkitan Kristus menurut Injil Matius (1)

Ada beberapa versi cerita tentang Kebangkitan Yesus Kristus dalam Injil. Masing-masing penulis Injil menulis dari sudut pandang yang berbeda dan menekankan kepada tokoh-tokoh yang berbeda.


Matius menulis dua episode dari narasi Kebangkitan Kristus dalam Matius 28. Masing-masing episode cerita menghadirkan empat tokoh yang paralel yang bisa membuat kita melihat respon dari manusia dan malaikat akan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus.

1. Utusan Allah: Malaikat (Mat 28:2-7)
Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya. (Mat 28:2)
Peristiwa Kebangkitan Tuhan Yesus dimulai dengan mujizat yang dilakukan oleh Malaikat Tuhan. Kubur yang dimeterai dan dijaga, dibuka oleh Malaikat. Serdadu-serdadu Romawi menjadi saksi dari mujizat itu. Meskipun penjaga-penjaga menjadi saksi, tapi Malaikat tidak diutus kepada mereka, tapi kepada perempuan-perempuan. Ada berita dari Allah untuk para perempuan.

5 Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: "Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. 6 Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring. (Mat 28:5-6)
Berita yang disampaikan oleh Malaikat bukanlah berita yang baru. Ia hanya mengingatkan apa yang sudah dikatakan oleh Tuhan Yesus akan kebangkitan-Nya. Dan nubuat itu sudah digenapi. Yesus Kristus sudah bangkit. Tidak ada berita yang ditambah-tambahin atau dikurangi. Malaikat melaksanakan tugasnya dengan baik dan tepat.

2. Utusan Pemerintah: Penjaga-Penjaga (Mat 28:4)
Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan dan menjadi seperti orang-orang mati.
Hanya satu ayat menjelaskan tentang serdadu-serdadu Romawi yang menjadi penjaga-penjaga yang diutus Pilatus. Seharusnya mereka menjadi saksi kebangkitan Kristus yang mengalahkan kematian. Kenyataannya, mereka hanya ketakutan seperti orang mati. Tidak ada kuasa kebangkitan yang bekerja dalam hidup mereka. Kasihan sekali! Kesempatan yang diberikan kepada mereka sangat besar, hanya mereka yang melihat apa yang dilakukan oleh Malaikat Tuhan. Sayang sekali ketakutan akan kematian membuat mereka tidak bisa melihat kuasa yang mengalahkan kematian.

3. Pengikut-Pengikut Kristus: Perempuan-Perempuan (Mat 28:1,8-9)
8 Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus. 9 Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: "Salam bagimu." Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya.
(Mat 28:8-9)
Perempuan-perempuan ini datang ke kuburan karena kepedulian kepada Yesus Kristus. Ternyata yang mereka dapatkan di luar dugaan. Yang pertama, bertemu dengan malaikat Tuhan dengan berita kebangkitan yang sangat mengejutkan. Yang kedua, mereka bertemu dengan Yesus Kristus yang bangkit.
Respon mereka menunjukkan respon yang benar ketika menerima berita kebangkitan yang sangat mengejutkan. Mereka bersukacita dan ingin cepat-cepat mengabarkan kabar sukacita itu. 

Paskah berhubungan dengan sukacita karena maut sudah dikalahkan. Berbeda dengan Natal dan Jumat Agung yang lebih banyak narasi-narasi tentang penderitaan dan kesulitan. Paskah tidak berbicara sama sekali tentang penderitaan, hanya sukacita. Perempuan-perempuan itu mengalaminya dan mereka ingin membagi sukacita itu kepada murid-murid. Sukacita yang begitu luar biasa pasti ingin mereka nyatakan kepada dunia, biar dunia tahu kebangkitan Kristus. Merekalah pengikut-pengikut Kristus sejati.

Dan ketika bertemu dengan Tuhan Yesus yang bangkit, Matius tidak mencatat keraguan mereka, tapi justru menunjukkan tentang iman mereka yang percaya kepada Kristus yang bangkit, sehingga mereka menyembah-Nya. Mereka sudah memberikan contoh seperti apa pengikut Kristus yang beriman.

4. Pusat Kebangkitan: Yesus Kristus (Mat 28:9-10)
9 Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: "Salam bagimu." Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya. 10 Maka kata Yesus kepada mereka: "Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku."  (Mat 28:9-10)
Kebangkitan tetap menjadi tanya besar, kalau yang diberitakan bangkit oleh malaikat tidak menyatakan diri-Nya. Itu sebabnya Yesus Kristus berjumpa dengan perempuan-perempuan untuk menguatkan mereka yang harus bersaksi kepada murid-murid yang melupakan nubuat Tuhan Yesus akan kebangkitan-Nya.
Ada perintah untuk pergi dari Tuhan Yesus kepada perempuan-perempuan untuk bersaksi. Orang-orang yang mengalami kuasa kebangkitan Kristus, punya tugas untuk pergi dan menyaksikan kebangkitan Kristus.
Ketika Tuhan Yesus memberikan anugerah, ada tuntutan untuk bertanggung jawab mempergunakan dan menyaksikan anugerah itu.

Yang lebih menarik lagi, Tuhan Yesus menyebut murid-murid-Nya sebagai saudara-saudara-Ku. Murid-murid yang meninggalkan-Nya, tidak bisa menerima kematian-Nya dan melupakan kebangkitan-Nya, justru dianggap saudara-saudara. Betapa besar anugerah Tuhan untuk murid-murid-Nya. Seharusnya murid-murid-Nya tidak layak mendapatkan hal itu. Tapi begitulah anugerah, bukan untuk yang layak menerimanya tapi justru yang tidak layak dan berdosa yang menerima anugerah keselamatan dan kesempatan untuk ikut dalam pekerjaan Tuhan.

Semoga dengan kebangkitan Kristus membuat kita bisa semakin percaya dengan kuasa yang bekerja dalam kebangkitan Kristus yang membuat kita sanggup mengalahkan dosa, mendapatkan hidup yang baru dan kekal, serta memberikan sukacita yang besar untuk disaksikan kepada orang-orang berdosa yang tidak layak menerimanya. Selamat Paskah.

Sunday, December 26, 2010

Anugerah yang Terlupakan

Kelahiran Kristus bagi setiap orang bisa berbeda artinya. Ada yang melihatnya sebagai kabar sukacita, ada yang melihat sebagai ancaman, ada yang mengerti tapi melupakan begitu saja, dan masih banyak lagi yang sulit disebutkan semuanya satu-persatu.
Kelahiran Kristus adalah anugerah bagi manusia. Karena Allah datang untuk membereskan dosa manusia dan membawa kerajaan Sorga. Bagaimana manusia meresponi anugerah yang Tuhan sudah berikan?

1 Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem 2 dan bertanya-tanya: "Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia." 3 Ketika raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia beserta seluruh Yerusalem. 4 Maka dikumpulkannya semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, lalu dimintanya keterangan dari mereka, di mana Mesias akan dilahirkan. 5 Mereka berkata kepadanya: "Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi:
Matius 2:1-5


Jauh tapi Tahu
Orang-orang Majus dari Timur datang untuk menyembah Raja orang Yahudi. Agak aneh, karena mereka bukan orang Yahudi tapi mengapa mereka mau datang untuk menyembah raja orang Yahudi?

Ada anugerah yang bekerja dalam hidup para orang Majus, membuat mereka datang untuk menyembah raja diatas segala raja. Karena anugerah yang luar biasa berharga, maka mereka datang mencari-Nya untuk sujud menyembah-Nya dan mempersembahkan emas, kemenyan dan mur. Anugerah itu dilihat oleh orang-orang Majus sebagai kesempatan untuk bisa menikmati sukacita tertinggi. Mereka menemukan-Nya dan di ayat 10 mengatakan bahwa mereka bersukacita. Bagaimana dengan kita?

Kita tidak perlu lagi ke Betlehem untuk bertemu, menyembah dan membawa persembahan kepada Kristus. Kristus sudah naik ke Surga. Setiap kali Natal, adakah kerinduan yang sama seperti orang Majus yang ingin bertemu sang Raja? Adakah kerinduan untuk segera pergi ke Surga untuk menyembah dan membawa persembahan kepada Sang Raja? Atau kebalikannya? Hanya mau sang Raja memberikan hidup yang lebih baik, lebih sukses dan sehat senantiasa?

Dekat tapi Kaget
Herodes yang tinggal di Yerusalem, lebih dekat ke Betlehem bila dibandingkan dengan orang Majus malahan memiliki respon yang jauh berbeda. Ia kaget karena ada raja baru yang menjadi saingannya. Ia sangat ingin mengetahui ancaman yang akan datang itu. Dan ia menemukan-Nya. Herodes bukan orang Yahudi, sama seperti para orang Majus. Tapi, ia seharusnya memiliki kesempatna yang lebih besar untuk menikmati anugerah dari Tuhan. Ternyata yang dilihatnya bukan anugerah, tapi ancaman.

Ketika mengetahui berita tentang Raja Yahudi, Herodes tidak ikut bersama orang Majus ke Betlehem dan menyembah-Nya. Ia mengutus orang ke Betlehem untuk membunuh sang Raja. Anugerah bagi manusia dan Herodes sangat beruntung karena mengetahui yang tidak diketahui orang Majus, tapi justru kebencian, kepanikan yang mengakibatkan pembunuhan anak2 yang berumur dua tahun ke bawah di Betlehem.

Seringkali anugerah yang membebaskan justru dianggap akan merampas kebebasan kita untuk berdosa. Lebih parah lagi, sang Raja dianggap ingin mengambil alih posisi kita sebagai raja untuk hidup kita. Kita ingin mengontrol semuanya dan tidak ingin dikuasai oleh siapapun, kecuali terpaksa. Padahal sang Raja ketika menjadi raja dalam kehidupan kita, justru membebaskan kita dari dosa, memberi kita kesempatan untuk memerintah dan mengatur hidup dengan benar berdasarkan hikmat dan anugerah-Nya. Apakah sang Raja ancaman buat manusia? Ya, kalau manusia ingin tetap berdosa!

Anugerah yang Terlupakan
Imam Kepala dan ahli2 Taurat seharusnya lebih beruntung bila dibandingkan dengan orang Majus dan Herodes. Mereka tahu nubuat tentang Mesias. Mereka mungkin sudah hafal semua ayat-ayat yang berbicara tentang Mesias. Sayang sekali hampir dua tahun, sang Mesias sudah datang ke dunia, tapi mereka melupakan-Nya.

Mungkin terlalu banyak tugas yang harus mereka kerjakan, sehingga mereka melupakan kedatangan Mesias. Bahkan ketika sudah diberitahukan oleh orang Majus, mereka tidak ikut ke Betlehem dan menyembah Mesias yang dijanjikan dalam Kitab Suci. Mereka tahu akan anugerah Allah, tapi mereka sengaja melupakan-Nya demi hal-hal yang menurut mereka lebih berharga.

Banyak orang percaya agak mirip dengan ahli2 Taurat, merasa tahu dan mengerti banyak hal yang berhubungan dengan Kitab Suci, tapi melupakan yang menjadi pusat dari Kitab Suci yaitu Kristus yang adalah anugerah terindah bagi manusia. Kristus hanya diingat ketika kita dalam kesulitan dan perlu berkat dan pertolongan-Nya. Ketika tidak merasa butuh dan bisa kontrol hidupnya dengan bebas, maka dengan cepatnya kita melupakan anugerah yang sudah diberikan.

Biarlah Natal membuat kita makin merindukan bertemu Kristus, karena ingin mempersembahkan kembali segala berkat terbaik yang sudah diberikan-Nya kepada kita. Membuat kita mengingat kebebasan yang dianugerahkan kepada kita, disertai kesempatan untuk belajar memerintah bersama sang Raja. Dan kita tidak pernah melupakan anugerah yang terindah itu, karena terus-menerus disaksikan kepada dunia. Selamat Natal.

Friday, December 24, 2010

Sudah Siap?

Setiap manusia mempunyai pandangan sendiri untuk apa dia hidup di dunia. Begitu juga dengan pandangan tentang siapa dirinya dan siapa yang menciptakan dirinya.
Bagi orang Kristen meskipun Alkitab memberikan penuntun untuk mengerti semuanya, tapi dalam kenyataan hidup ini banyak orang Kristen tidak mengerti, lupa, atau bahkan kehilangan arah.
Natal, biasanya menjadi salah satu momen yang bisa dipakai untuk mengingatkan tentang siapa yang memberi hidup, untuk apa hidup ini, siapa kita yang diberi hidup, dan sudahkah kita melakukan tugas kita dalam hidup ini.


3 Sesungguhnya dialah yang dimaksudkan nabi Yesaya ketika ia berkata: "Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya."
Matius 3:3


Untuk Siapa?
Untuk Tuhan! Sederhana, biasa kita dengar, biasa kita ucapkan, tapi biasakah kita melakukannya? Karena banyak hal yang dilakukan orang Kristen yang mengatakan melakukannya untuk Tuhan, kalau ditelusuri dan dipikirkan lebih jauh sebenarnya berpusat kepada diri kita dan keinginan kita. Misalnya, mana yang lebih kita pedulikan: menyenangkan hati Tuhan (dan mungkin menyakitkan hati kita) atau menyenangkan hati kita; menyakitkan hati Tuhan atau menyakitkan hati kita; rencana Tuhan atau rencana kita; jalan Tuhan atau jalan kita? Lebih banyak mana dalam doa-doa kita, bertanya kehendak Tuhan yang harus kita lakukan atau membawa segala kehendak dan keinginan kita?

Yohanes Pembaptis mengerti bahwa hidupnya dipersiapkan oleh Tuhan untuk Tuhan. Itu sebabnya, pusat perhatian dalam hidupnya adalah Tuhan, kehendak-Nya, pertobatan manusia dan Kerajaan Sorga. Dia diberi hidup oleh Sang Pencipta untuk Sang Pencipta itu sendiri, melakukan tugas yang diberikan oleh Sang Pencipta meskipun hanya sebentar dan Yohanes harus jadi korban.
Yohanes Pembaptis hidup untuk Tuhan yang mengasihi dan dikasihinya. Mengapa ia bisa hidup seperti itu, siapakah dia?

Siapa Saya?
Hidup Yohanes Pembaptis adalah hidup yang sangat unik. Lahir melalui keajaiban, berasal dari keluarga imam yang seharusnya membuat ia mendapatkan kehidupan yang sangat layak. Tapi anehnya ia pergi ke padang gurun, memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan. Kehidupannya terlalu sederhana untuk orang yang berasal dari keluarga yang status sosialnya terpandang. Mengapa ia tidak menjadi imam seperti ayahnya dan menikmati segala fasilitas yang ada? Mengapa ia tidak mengejar banyak hal seperti orang kebanyakan? Panggilan!?

Menunggu 30 tahun (karena dari hukum Taurat sudah ditetapkan untuk para imam yang melayani) dan dipersiapkan selama itu di padang gurun bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi semua orang. Dan ketika waktunya tiba, seluruh potensi, karunia dan energinya dicurahkan untuk menyatakan kehendak Tuhan bagi umat-Nya. Dengan penuh kuasa, ia menarik perhatian banyak orang. Bertolak belakang dengan kehidupan sebelumnya, ia menjadi sangat populer. Terlalu cepat populer, bisa membuatnya lupa siapa dirinya dan tugas dari Penciptanya. Ketika orang banyak bertanya, "Siapa Rabbi muda ini? Messiaskah?"

Jawaban Yohanes menunjukkan ia mengenal siapa dirinya dan siapa yang lebih besar darinya yang harus disaksikannya. Ia menunjuk kepada nubuat nabi Yesaya tentang dirinya yang hanya menyiapkan jalan untuk pribadi yang Agung dan tidak bisa dibandingkan dengan dirinya. Jadi budakpun yang membuka kasut Messias, baginya pun masih tidak layak. Yohanes masih tahu diri.

Di kamar mandi tempat saya tinggal, ada cermin yang besar. Tepatnya, satu2nya cermin yang ada di tempat saya tinggal. Setiap kali mau mandi, ada satu pertanyaan yang selalu muncul, "Siapa saya?"
Kebanyakan orang lupa siapa dirinya dalam segala anugerah, berkat dan kelimpahan yang diberikan Sang Pencipta. Banyak orang lupa bagaimana ia lahir dan tidak tahu bagaimana akan berakhir hidupnya. Kita semua tidak lebih dari budak, yang hanya diberi kesempatan oleh Tuan kita untuk tugas yang harus kita lakukan dalam hidup ini. Tugas apa?

Untuk Apa?
Membicarakan tugas biasanya bukan sesuatu yang menyenangkan karena yang terbayangkan adalah beban dan sesuatu yang sulit. Tapi berbeda dengan Yohanes, karena hidupnya, dipersiapkan 30 tahun, demi untuk tugas yang harus dilakukan dalam beberapa bulan sebelum hidupnya akan berakhir. Apa tugas Yohanes?

Mempersiapkan jalan untuk Tuhan. Ia hidup bukan untuk kesuksesan hidupnya. Tapi, ia hidup untuk menyaksikan Penciptanya yang sedang membawa kesuksesan yang bernilai kekal yang jauh lebih tinggi dan indah dibandingkan kesuksesan palsu dan sementara yang ditawarkan oleh dunia. Yohanes hidup biar orang-orang bisa bertobat dan melihat Sang Raja yang membawa Kerajaan Sorga. Yohanes hidup untuk Natal yang sejati, kedatangan sang Raja Sorgawi.

Bagaimana dengan Saya? Untuk apa saya hidup di dunia? Adakah misi khusus? Mengapa saya hidup lebih lama dari Yohanes Pembabptis? Terlalu banyakkah tugas yang harus dilakukan sehingga hidupnya harus lebih lama? Atau belum bereskah yang harus dilakukan sehingga masih harus tetap hidup?

Sudah Siap?
Saya belum siap! Bukan soal kita siap atau tidak siap, tapi jalan Tuhan yang harus dipersiapkan. Kita siap atau tidak siap, tugas harus dilakukan dan diselesaikan. Manusia siap atau tidak, Tuhan tetap datang ke dunia. Setiap tahun, kita siap atau tidak, Natal tetap dirayakan.

Ketika terlalu banyak waktu kita dicurahkan dan dihabiskan untuk menyiapkan diri kita, maka terlalu sedikit waktu dan tenaga untuk mempersiapkan jalan Tuhan. Kita tidak bisa menyiapkan diri kita, hanya Tuhan yang bisa bekerja, mempersiapkan dan mengubah hidup kita. Tugas kita mengenal dan mengasihi Tuhan kita, mempersiapkan jalan-Nya biar banyak orang bisa melihat kemuliaan-Nya dan memuji kemuliaan-Nya.

Sudah siapkah jalan Tuhan yang harus kita persiapkan? Biarlah banyak orang bisa melihat Sang Raja yang datang membawa kerajaan-Nya. Selamat Natal.

Sunday, June 14, 2009

Uang (3): Tiga Penghambat

Lucu ketika melihat orang-orang yang mengaku beragama dan hanya memiliki satu Allah, tapi dalam praktek hidupnya menunjukkan kenyataan yang berbeda. Pusat hidup mereka bukan kepada kehendak dan keinginan Allah, meskipun mereka suka mengatakan dengan kalimat-kalimat yang manis di bibir. Hati mereka berpusat kepada materi, matapun selalu silau melihat cahaya materi dan bisa ditebak siapa tuan mereka sesungguhnya.

Pemberian-pemberian yang seharusnya membantu kita manusia untuk lebih berpusat kepada Sang Pencipta dan memuliakan-Nya, ternyata justru menuju ke arah yang berbeda karena hambatan-hambatan yang ada. Apa saja hambatannya?

21 Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. 22 Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; 23 jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu. 24 Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."
Matius 6:21-24


Salah Tempat (21)
Hati manusia seharusnya bukan berada di hartanya. Harta itu hanyalah benda mati yang seharusnya ditaklukkan dan dikelola manusia. Harta seharusnya bukan menjadi tujuan manusia yang membuat manusia harus terus memikirkannya dan meninggalkan kehidupannya di situ.

Ada lebih banyak hal dalam kehidupan ini yang lebih berharga dan bahkan tidak ternilai harganya bila dibandingkan dengan harta. Ketika hati hanya berada bersama-sama harta, maka kita sudah kehilangan berbagai macam hal yang berharga untuk dinikmati dan memuliakan Allah.
Dimana hatimu berada? Ujiannya, relakah kita meninggalkan harta kita dan tidak memikirkannya? Ujian yang lebih berat lagi, relakah kita mempersembahkan semua harta kita?

Mengapa hati bisa berada bersama-sama harta? Kata pepatah, dari mata turun ke hati.

Salah Lihat (22-23)
Mata yang seharusnya diciptakan untuk melihat kebaikan dan dipergunakan untuk kebaikan, ternyata menyesatkan hidup manusia sejak jatuh dalam dosa. Penipuan dari Iblis membuat umat manusia tidak bisa lagi menghargai yang terang, baik dan berharga dari Tuhan. Manusia dalam kegelapannya, hanya ingin melihat yang memuaskan dan dianggap bisa menjamin hidupnya, yaitu uang.

Itu sebabnya orang bisa gelap mata ketika berhadapan dengan uang. Bahkan saudarapun bisa bunuh-bunuhan jika sudah berbicara tentang harta dan uang. Betapa gelapnya kegelapan itu.

Demi untuk harta, banyak orang yang merelakan apa saja bahkan dirinya sendiripun. Banyak orang yang sudah merendahkan dirinya sedemikian rupa dibawah kekuasaan harta yang adalah benda mati. Mengapa sampai manusia bisa salah melihat dan matanya menjadi gelap dan hanya melihat materi yang bisa memberikan kehidupan bagi dirinya?

Ada masalah yang lebih mendasar yang membuat manusia salah melihat dan bermata gelap.

Salah Mengabdi (24)
Ketika manusia menganggap Mamon itu tuannya dan menjadi tujuan hidup di dunia, maka gelaplah matanya dan membuat hatinya berada di mana hartanya berada.

Kesalahan mengabdi karena permasalahan iman. Allah yang harusnya dikasihi dan yang bisa menjamin hidup manusia yang membuat manusia ingin terus melayani-Nya, dalam kenyataan hidup ini sering terlihat begitu abstrak dan jauh dari memuaskan keinginan manusia yang berdosa. Ia tidak memberikan dengan secepatnya yang kita inginkan. Bahkan lebih sering lagi Ia tidak memberikan yang kita inginkan dan kita minta. Allah tidak bisa diatur!

Berbeda dengan Mamon. Ketika seseorang mengabdi kepada materi. Kelihatannya ada jaminan yang lebih nyata untuk masa depan, untuk membeli segala sesuatu yang diinginkan hatinya dan bisa diatur mengikuti keinginan hatinya yang berdosa. Jauh sekali berbeda dengan Allah! Itu sebabnya manusia lebih suka menyembah yang bisa diatur dan memuaskan keinginannya yang berdosa.

Karena hidupnya mengabdi kepada Mamon, maka yang dilihat semuanya berdasarkan sudut pandang kegelapan dan membuat hatinya berada bersama hartanya.

Berbeda dengan orang-orang yang mengabdi hanya kepada Allah. Harta tidak akan membuat matanya menjadi gelap dan hanya melihat hidup dari sudut pandang uang. Hatinya tidak akan berada bersama harta di bumi yang akan hilang. Tapi hatinya akan bersama-sama Allah di sorga yang mempunyai segala harta yang lebih agung, suci, mulia dan indah.
Berbahagialah orang-orang yang percaya kepada Allah. Karena dengan mata kita akan meilhat kemuliaan yang sejati dan hati kita akan puas dengan Allah dengan berkat-berkat-Nya.

Friday, June 12, 2009

Uang (2): Tiga Pembelajaran

Setiap orang yang hidup di dunia ini diberikan kesempatan dan berkat oleh Allah. Ia meminjamkan banyak hal kepada kita dalam hidup ini. Masalahnya, apakah kita mengerti dan bisa melihat semua anugerah dan pemberian-Nya? Adakah kita belajar mempergunakan-Nya? Adahkah ilmu ekonomi membuat kita bijaksana meliaht uang dan harta pemberian Allah?

19 "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. 20 Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
Mat 6:19-20

Hidup di dunia yang sementara ini setidak-tidaknya harus belajar tiga hal. Bisa saja terlalu menyederhanakan karena kita hidup di dalam kehidupan yang kompleks dan rumit. Banyak hal yang harus kita pelajari dalam hidup. Tapi setidak-tidaknya, ada tiga hal yang mendasar berhubungan dengan materi dan berkat pemberian Allah kepada kita.

Belajar Dapat
Dalam ilmu ekonomi mengajarkan hal ini sebagai modal awal, dan selanjutnya dipakai untuk mendapatkan keuntungan. Bagaimana dengan modal yang ada bisa mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin? Hal ini yang terus dipelajari manusia.

Banyak orang berpikir hidup itu belajar mengumpulkan dan mencari harta, kemudian menghabiskan waktu hidupnya hanya untuk mencari dan mendapatkan yang diinginkannya. Dan dunia sering menyimpulkan bahwa orang-orang yang berhasil mengumpulkan harta sangat banyak adalah orang2 kaya. Tapi Alkitab justru mengatakan bahwa kita dapat semuanya karena anugerah. Yang kaya siapa? Yang memberi!
Hanya orang-orang yang tidak mengerti dari siapa Ia mendapatkan pinjaman harta untuk didunia ini yang begitu sombong dengan kekayaan yang seolah2 akan tetap jadi miliknya selama-lamanya.

Maka pembelajaran pertama ini seharusnya sangat gampang, jika kita percaya hidup sementara dan hidup kekal adalah anugerah Tuhan. Kita adalah orang-orang kaya, karena sang Pemberi hidup dalam hidup kita tapi kita tidak bisa sombong karena semuanya anugerah. Kita tidak perlu memfokuskan perhatian kepada bagaimana cara mendapatkannya, karena sudah dijamin oleh anugerah dari Sang Pemberi yang Maha Pemurah yang hidup dalam hidup kita. Fokus kita harus berpindah pada pembelajaran selanjutnya.

Belajar Pakai, Kelola dan Distribusi
Dalam ilmu ekonomi mengajarkan bagaimana alur distribusi dari produsen kepada konsumen. Bagaimana memproduksi dengan baik, mendistribusikannya dengan baik juga dan menggunakan iklan supaya bisa lebih banyak konsumen yang mempergunakan dan membuat produksi akan meningkat.

Pelajaran kedua ini lebih sulit. Karena disini terletak lika-liku dan seninya hidup. Itu sebabnya kita harus belajar dari kecil untuk mengerti dan bersiap untuk menggunakan semua pemberian Tuhan, mengelola, mengembangkan dan mendistribusikannya dengan baik. Hanya sedikit orang di dunia ini yang betul2 belajar di tahap ini. Dunia ini biasanya mengatakan orang-orang ini adalah orang2 sukses. Orang-orang yang bisa mengelola, mengembangkan dan menikmati hasil dari kerja kerasnya.

Alkitab mengajarkan kepada kita dari perumpamaan tentang talenta. Menyadari pemberian sang Tuan, mengelola dan mengembangkan sampai maksimal untuk dipersembahkan kepada sang Tuan yang sudah meminjamkan harta-Nya.
Fokus orang percaya, bagaimana memakai harta pemberian Allah, mengelola, mengembangkan dan mendistribusikannya dengan baik dan bijaksana. Kita tidak diberikan talenta (uang) untuk disimpan sendiri dan terus kuatir dengan dunia ini dan kecewa dengan Sang Tuan yang hanya memberikan sedikit kepada kita. Ia mempercayakan kepada kita biar kita bisa mewakili Dia di dunia ini dalam menaklukkan dan mengelola harta-Nya demi untuk kemuliaan-Nya.

Tapi pembelajaran di dunia belum selesai sampai tahap kedua. Masih ada tahap selanjutnya yang lebih sulit dan mungkin mengecewakan bagi sebagian besar manusia.

Belajar Hilang
Di dalam ekonomi dikenal dengan nama krisis ekonomi, seperti yang dialami oleh dunia sekarang ini. Ataupun juga suka dianggap sebagai kerugian. Ekonomi hanya mengajarkan bagaimana menghindar dari segala krisis dan mencoba membereskan segala kerugian biar bisa mendaptkan keuntungan.

Dunia secara umum menyebutnya kegagalan, atau kalau belum sampai kepada kematian dianggap sebagai sukses yang tertunda. Tapi, kalau sampai mati dianggap sebagai kemalangan, musibah ataupun tragedi yang harus ditangisi dan disesali ataupun dikasihani.
Suka tidak suka, inilah pembelajaran terakhir yang harus dipelajari manusia karena semuanya akan hilang. Celakanya, dunia hanya mengajarkan bagaimana cara menghindar dari keterhilangan.
Asuransi menjamur dimana-mana untuk mempersiapkan seandainya mengalami kehilangan ataupun kerugian.

Bagi orang percaya, Alkitab sudah memberikan cara untuk belajar hilang dengan pengorbanan dan mempersembahkan semuanya. Tuhan Yesus mengajarkan persebahan diri dan memuji janda yang mempersembahkan seluruh penghasilannya. Persembahan mengajarkan bagaimana kita menghadapi dan bersiap untuk kehilangan.
Semua yang kita pikir harta dan milik kita, sesungguhnya bukanlah milik kita. Hanya dipinjamkan dan dipercayakan kepada kita untuk kelola-pakai-distribusi sampai waktu yang ditentukan secara sepihak oleh Sang Pemilik.

Jadi sebelum semuanya itu akan hilang, bagaimana memakai dan mempergunakannya? Bisakah dengan harta itu membuat harta di sorga makin bertambah? Atau mungkinkah dengan kehilangan harta di bumi justru bisa mengumpulkan harta di sorga? Kita harus bergumul dihadapan Allah untuk mengerti kehendak-Nya dan tahu cara memanfaatkan semua anugerah-Nya.

Wednesday, June 10, 2009

Uang (1): Dikumpulin untuk apa?

Ada banyak perkataan Tuhan Yesus yang sangat luar biasa. Bagi orang percaya, dari sekian banyak perkataan itu bisa dipercayai dan diimani. Tapi kalau sudah berbicara soal harta dan perintah-Nya soal jangan kumpulkan harta di bumi, maka perkataan ini menjadi sulit untuk dipercayai. Jikalau kita punya banyak harta, maka tiba-tiba bisa amnesia dan seolah-olah tidak tahu-menahu tentang ayat itu. Berbagai pertanyaan langsung muncul dalam hati: Betulkah Tuhan Yesus memang bermaksud mengatakan jangan kumpulkan harta? Apakah artinya juga jangan nabung? Masa sih begitu?

19 "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. 20 Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
Mat 6:19-20

Kumpul dan Pakai
Kalau hanya melihat di ayat 19, maka harus diambil kesimpulan tidak boleh mengumpulkan harta. Tetapi jikalau dilihat sampai dengan ayat 20, maka justru kesimpulannya harus kumpulkan harta. Meskipun yang disuruh dikumpulkan itu harta di sorga. Artinya, yang menjadi pusat sebenarnya bukan di jangan mengumpulkan harta di bumi, tapi soal kumpulkan harta di sorga.

Mengapa sampai Tuhan Yesus melarang mengumpulkan harta di bumi? Mengumpulkan harta di bumi adalah pekerjaan sia-sia. Karena semua yang dikumpulkan adalah anugerah dan pemberian yang dipinjamkan dari Allah untuk dikelola, dikembangkan dan dipergunakan. Itu sebabnya, hidup yang hanya bertujuan untuk mengumpulkan harta adalah hidup yang tidak berguna dan sia-sia. Semua sudah disediakan oleh Allah, tidak dikejarpun akan diberi, sudah disiapkan pada waktunya.

Tujuan hidup kita di dunia bukan untuk mengumpulkan harta di bumi, karena sudah ada semuanya. Yang lebih penting, bagaimana mempergunakan harta yang sekarang ada. Apakah kita bisa memakainya dengan benar, bisakah kita mengelola dan mendistribusikannya untuk kemuliaan Allah? Kalau kita tahu caranya, maka kita sedang mengumpulkan harta di sorga.
Kalau tujuan mengumpulkan harta di bumi hanya demi untuk masa depan, maka artinya lebih mempercayai harta yang menjamin masa depan dan bukan Allah yang menyediakan semuanya.

Jadi, bukan bagaimana mencari dan mengumpulkan harta yang menjadi pusat hidup manusia. Tapi, bagaimana mempergunakannya, mengelola, memakai dan mendistribusikannya untuk menyaksikan dan memuliakan Allah yang sudah meminjamkan dan mempercayakan kepada kita talenta (uang) yang tidak layak kita terima. Itu yang bisa membuat harta dikumpulkan di sorga.

Sementara dan Kekal
Sebagian orang mungkin menganggap kalimat Tuhan Yesus tidak lagi relevan untuk zaman sekarang ini. Kalimat-Nya hanya cocok untuk zaman dulu yang menyimpan uang di rumahnya sendiri. Sekarang ini, uang bisa disimpan di bank (begitu juga dengan barang dan surat berharga), tidak ada karat dan tidak rusak (rusakpun bisa diganti oleh bank). Kalaupun pencuri mencuri uang di bank, tetap saja uang nasabah diganti oleh bank. Begitu juga dengan harta yang ada, dengan adanya asuransi hilangpun bisa diganti.

Meskipun demikian, kalau dilihat dengan teliti dan menangkap prinsipnya, maka kalimat Tuhan Yesus tetap relevan. Karena yang dimaksudkan-Nya bahwa harta di bumi itu cuma sementara dan akan hilang. Beda dengan harta di sorga yang sifatnya kekal.
Itu sebabnya, visi manusia seharusnya bersifat kekal dan bukan hanya untuk sementara. Karena kalau hanya melihat yang sementara dan bertujuan hanya untuk kesementaraan, maka akan diakhiri dengan kehilangan dan kesia-siaan. Mengapa tidak menghidupi kesementaraan ini dari sudut pandang kekekalan? Bukankah kesementaraan ini adalah persiapan untuk kekekalan?

Jika harta yang sementara hanya dicari dan dikumpulkan untuk hidup yang sementara, maka artinya harta itu tidak ada gunanya bagi hidup yang bersiap untuk kekekalan dan bahkan hanya jadi penghambat yang menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, emosi dan hidup itu sendiri.

Sesungguhnya Allah yang begitu baik sudah memberikan terlalu banyak harta kepada kita. Bersyukurlah kepada Allah yang sudah memberikan begitu banyak harta dan berkat kepada kita. Kelolalah dengan benar, kembangkan dengan maksimal, pakailah dengan bijaksana, muliakanlah Allah dengan harta pemberian-Nya, bersiaplah untuk mempersembahkan semuanya kembali kepada yang memberikan pinjaman dan kumpulkanlah harta di Sorga.

Friday, April 10, 2009

Jika Yesus Kristus Tidak Mati

Apa yang akan terjadi jika Yesus Kristus tidak pernah mati? Apa pengaruhnya terhadap hidup umat manusia? Bagi sebagian orang, hal ini merupakan pertanyaan bodoh. Tapi bagi sebagian orang lain di dunia ini, hal ini adalah kenyataan dan realita. Apa artinya bagi orang yang percaya kepada Yesus Kristus dan bagi orang yang tidak percaya akan kematian-Nya?

Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya:"Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki."
Matius 26:39


Pergumulan Tuhan Yesus di taman Getsemani sepertinya memberikan ruang kemungkinan untuk tidak meminum cawan yang harus diminum. Cawan itu adalah murka Allah untuk menghukum dosa umat pilihan-Nya. Bagaimana kalau Yesus Kristus sebenarnya tidak meminumnya atau tidak mati di kayu salib?

1. Penipuan Para Rasul
Kalau Yesus Kristus tidak jadi mati maka tidak ada murid2 yang akan menceritakan kematian dan kebangkitan. Tetapi kalaupun tetap ada kesaksian tentang kematian Yesus Kristus, maka ini adalah suatu penipuan. Penipuan ini bukan sembarang penipuan. Penipuan yang menyatakan kematian Tuhan Yesus yang dilakukan oleh murid2-Nya membawa konsekuensi dan pengorbanan yang sangat besar. Karena murid-murid dan jemaat mula-mula rela dianiaya dan dibunuh demi untuk konspirasi penipuan!? Begitu juga dengan mereka yang percaya pada kematian Yesus Kristus untuk mewakili menanggung dosa umat pilihan-Nya.
Penipuan inipun akan menyeret kepada penipuan selanjutnya bahwa Yesus Kristus sudah bangkit.

2. Penipuan Para Nabi
Kalau Yesus Kristus tidak mati, maka nabi-nabi dalam Perjanjian Lama juga ikut menipu. Karena mereka sudah menubuatkan bahwa sang Messias harus menderita dan mati. Atau kalau nubuat mereka benar dan masih harus menunggu Messias yang sejati, maka Yesus Kristus yang menjadi penipu dengan mengakui bahwa Ia-lah sang Messias. Sampai kapan akan menunggu sang Messias yang bisa menggenapi semua nubuat seperti Yesus Kristus?

3. Simbol dan Perayaan
Kalau Yesus Kristus tidak mati, maka semua simbol dan perayaan yang menunjuk kepada Yesus Kristus dan harusnya digenapi oleh kematian Yesus Kristus harus terus dilakukan dan tidak boleh berhenti. Semua jenis korban, persembahan dan perayaan yang ada dalam Perjanjian Lama harus dilakukan persis sampai detil-detilnya jika ingin mengikuti kepercayaan seperti yang diajarkan dalam Perjanjian Lama.
Termasuk juga harus pergi ke Yerusalem bukan untuk wisata rohani, tapi beribadah dan mempersembahkan korban setiap tahun.

4. Tanggung Dosa sendiri-sendiri
Konsekuensi selanjutnya, setiap manusia harus menanggung dosanya sendiri-sendiri. Artinya semua manusia harus bersiap menanggung dosa sekecil apapun harus dihukum dan itu setimpal dengan kematian. Ujung-ujungnya pasti akan masuk neraka, karena manusia tidak akan terhindar dari dosa. Dosa sekecil apapun akan mencmari keseluruhan hidup seorang manusia dan berakibat kepada penghukuman di neraka pada akhirnya.
Tetapi manusia akan terus berusaha dengan perbuatannya dan kepercayaannya untuk berusaha membenarkan dirinya dan menutup dosanya tapi tanpa kepastian akan pembenaran itu sendiri. Logika yang aneh! Dosa harus dibayar dengan hukuman dan bukan dengan perbuatan baik! Kalau betul dosa bisa dihapus dengan perbuatan baik, sementara satu kali berdosa harusnya membawa kepada kematian, maka berapa banyak perbuatan baik untuk melepaskan dari kematian?

5. Penderitaan dan Kematian menjadi sesuatu yang menakutkan
Jikalau Yesus Kristus tidak pernah mengalami penderitaan dan kematian yang mengerikan, maka penderitaan dan kematian manusia menjadi sesuatu yang sangat mengerikan. Itu sebabnya manusia sering terkejut dengan berbagai musibah dan bencana yang mengerikan, karena tidak melihat ada yang pernah mengalami lebih sulit dan menaklukkan kematian itu sendiri.
Berbeda dengan mereka yang percaya kepada Yesus Kristus yang sudah mengalami dan melalui penderitaan dan kematian yang mengerikan.

Bersyukur kalau di Taman Getsemani kesimpulannya adalah "jadilah kehendak-Mu" maka Yesus Kristus-pun ditangkap, dianiaya, menderita dan mati di kayu salib menanggung dosa-dosa umat-Nya. Kematian yang menggenapi nubuat. Kematian yang menggenapi rencana Allah Bapa. Kematian yang memberikan pengharapan. Kematian yang membebaskan umat-Nya...

Tuesday, October 14, 2008

Resesi? Berbeban Berat?

Satu minggu terakhir ini televisi, koran dan tulisan-tulisan di Internet penuh dengan perbincangan dan analisis tentang resesi global. Sekalipun pemerintah Indonesia, khususnya Presiden berkali-kali mengajak bangsa Indonesia untuk tenang dan memberikan jaminan, tapi justru banyak orang makin tidak tenang.

Tentu saja! Kalau memang tidak berbahaya keadaannya, mana mungkin berkali-kali muncul di televisi untuk mengajak tenang dan rasional. Ini bukan cuma masalah Indonesia, tapi masalah seluruh dunia. Mungkinkah bisa tetap tenang dalam keadaan seperti ini?

28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. 29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. 30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan."
Matius 11:28-30


Ini Solusinya!
Mengapa banyak orang tiba-tiba menjadi ketakutan, letih lesu dan berbeban berat dalam keadaan seperti ini? Dan anehnya yang paling takut adalah orang-orang yang memiliki banyak kekayaan. Karena ancamannya justru mereka akan kehilangan sebagian kekayaannya dengan cepat. Hanya sebagian kekayaannya yang bisa dijamin pemerintah, apalagi kalau disimpannya di Bank-bankan yang banyak promosi dan janji2 dengan segala hadiahnya, padahal sudah keropos.

Sebenarnya yang membuat orang ketakutan, jadi begitu lemah, tidak berdaya dan berbeban berat adalah DOSA! Ya, dosa mengubah arah hati seseorang menjadi percaya dan bergantung kepada keadaan, kesempatan, uang dan ketenangan palsu yang ditawarkan dunia. Itu sebabnya banyak orang tidak bisa melihat dengan jelas, tertipu dengan keadaan, tidak mengerti bahwa keadaan pasti akan berubah dan lupa bahwa yang mereka pikir milik mereka hanyalah titipan sementara dari Tuhan, yang setiap saat bisa diambil tanpa perlu persetujuan kita.

Jadi, apa solusinya? Serahkan beban beratmu kepada Yesus Kristus. Hanya Dia yang bisa menanggungnya dan Ia sudah mati dan bangkit untuk menanggung dosa-dosa orang pilihan-Nya. Dan seharusnya itu bukan beban kita, kalau kita sudah ditebus oleh Kristus karena kita tidak bisa menanggungnya.
Keadaan yang terus berubah dan segala bebannya seharusnya tidak menipu dan membuat kita menjadi lemah. Ada Tuhan yang menyertai yang bukan hanya menanggung dosa-dosa kita, tapi terus menyertai dan tidak akan meninggalkan kita. Ia yang menanggung apa yang tidak bisa kita tanggung!

Pikul Beban dengan Tenang
Apakah kalau Tuhan menanggung beban kita maka kita tanpa beban? Kalau tanpa beban, maka kita sudah mati! Tuhan menanggung beban yang tidak bisa kita tanggung, dan ia menggantikan dengan beban yang seharusnya kita tanggung.

Tuhan Yesus mengatakannya dalam ayat 29. Biasanya orang-orang hanya membaca ayat 28 dan puas, merasa tidak ada beban lagi. Padahal di ayat 29 justru mengatakan ada kuk yang harus dipikul. Ada beban, ada salib kita sendiri yang harus dipikul. Ayat ini tidak berbicara tentang akibat dari dosa2 yang harus kita tanggung. Saya percaya, ayat 29 berbicara tentang sesuatu yang positif. Membandingkan dengan Efesus 2:10, maka saya percaya kuk yang harus kita pikul adalah pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelumnya.

Ketika beban yang negatif (dosa dan segala ketakutan dan kekuatirannya) diserahkan kepada Yesus Kristus, maka Ia menggantikannya dengan pekerjaan baik di dalam Kerajaan Allah dan kebenarannya. Hal ini yang seharusnya yang dipikirkan, diminta, dicari dan didapatkan (baca penjelasannya di Ask, Search, and Find?!). Seharusnya akan membuat kita tidak kuatir dengan keadaan sekarang ini, tapi lebih memikirkan bagaimana bisa bersaksi dalam keadaan sekarang ini dan memikul beban kita dengan tenang.

Kenapa bisa tenang? Tuhan menyertai kita dan sanggup melakukan segala sesuatu (Allah kami sanggup). Semua sudah dijamin! Bisa baca posting Kepastian ditengah Ketidakpastian Hidup untuk penjelasannya.

Selain itu, Tuhan Yesus mengatakan bahwa beban-Nya enak dan ringan. Really??? Mana ada beban yang enak? Ringan lagi!
Enak, karena mengerjakan pekerjaan baik dan menggenapi rencana Allah itu sungguh-sungguh membahagiakan dan akan membuat kita bersukacita dan menikmatinya.
Ringan, karena sesungguhnya dalam penyertaan Tuhan kita hanya menanggung sedikit dari beban yang sesungguhnya. Tuhan Yesus yang menyertai yang sesungguhnya menanggung beban itu. Kita hanya ikutan!

Jadi, tunggu apalagi???
28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. 29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. 30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan."




Monday, September 8, 2008

Puasa dan Puas ah!

Di dalam kekristenan, puasa seringkali dijadikan alat untuk membuat seseorang terlihat lebih rohani. Seseorang yang ingin melakukan sesuatu yang menurutnya berharga, ataupun seringkali ingin mendapatkan sesuatu yang digumulkan, seringkali menambahkan elemen puasa untuk mencapai tujuannya.
Bahkan seseorang yang puasa, kadang2 mencoba menunjukkan bahwa dirinya sedang puasa dan bergumul. Betulkah puasa sudah mencapai tujuan yang sebenarnya? Bagaimana pandangan Tuhan Yesus tentang puasa?

16 "Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. 17 Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, 18 supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
Mat 6:16-18

Dalam Matius 6:1, Tuhan Yesus berkata, "Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga." Kemungkinan besar karena banyak orang yang mengaku beragama sengaja menunjukkan dan memperlihatkan kewajiban agama biar dikagumi banyak orang. Menurut Tuhan Yesus, itu adalah orang munafik.

Orang Munafik
Orang munafik sengaja melakukan kewajiban agamanya demi untuk kemuliaan dan kebanggaan dirinya. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka orang yang beragama, jadi mereka puasa. Biasanya itu kelihatan dari fisik dan tingkah laku mereka yang menjadi berbeda, lebih lemah dan minta dikasihani.

Puasa bagi orang munafik demi untuk mendapatkan upah bagi dirinya. Menurut Tuhan Yesus, mereka sudah mendapatkannya. Mereka sudah mendapatkan keinginan mereka untuk dilihat banyak orang bahwa mereka berpuasa dan melakukan kewajiban agamanya.

Bagi orang-orang tertentu, puasa mereka tidak boleh diganggu oleh siapapun dan apapun. Tidak boleh ada yang makan di depan mereka, tidak boleh ada yang membuat mereka menjadi nafsu, dll. Kalau begitu, buat apa mereka berpuasa kalau semuanya memang sudah dihilangkan?

Puasa Seharusnya
Puasa seharusnya tetap menghadapi kenyataan dan problem yang sama dengan hidup sehari-hari. Bukan keadaan luar yang dibuat lebih mudah demi untuk puasa. Tapi keadaan di dalam hati yang seharusnya berubah, yang selama ini terlalu bergantung kepada yang diluar.

Begitu juga dengan penampilan fisik dan aktivitas. Puasa seharusnya tidak membuat fisik menjadi terlihat lemah dan patut dikasihani, karena terlalu lemah. Sebaliknya Tuhan Yesus mengajarkan seseorang untuk mencuci muka dan meminyaki kepala, yang menunjukkan keadaan yang tetap baik dan bersukacita.
Puasa juga seharusnya tidak menghalangi dan mengurangi seseorang untuk melakukan segala aktivitasnya. Karena puasa menunjukkan kebergantungan kepada Tuhan. Jika benar2 bergantung kepada Tuhan, bukankah ada kekuatan yang lebih besar dari Tuhan untuk menopang umat-Nya? Apalagi kalau puasanya cuma tidak makan siang saja, seharusnya tidak terlalu lemah.

Puasa bukan untuk menunggu makanan yang akan dimakan pada saat buka puasa, tapi puasa seharusnya untuk kemuliaan Tuhan. Kalau puasa hanya berfokus pada makanan untuk berbuka, maka puasa itu tidak ada gunanya. Seharusnya puasa bisa membawa orang yang melakukannya melihat kemuliaan Tuhan dan bisa puas meskipun tidak makan. Bagaimana caranya?

Puas ah
Orang yang berpuasa seharusnya menunjukkan kepuasan di dalam memuliakan Allah yang menuntun dan memelihara hidupnya, meskipun tidak makan dan minum. Itu sebabnya disuruh minyaki kepala dan cuci muka.
Kepuasan ini karena bergantung dan menikmati Allah. Selama ini kepuasannya hanya kepada makanan yang merupakan berkat2 Tuhan. Puasa melangkah lebih jauh dengan menikmati sumber berkat-Nya, yaitu Tuhan sendiri, dan kalau Ia masih memberikan makanan selanjutnya (buka puasa), seharusnya dipakai untuk memuliakan dan menikmati-Nya. Itu sebabnya, puasa seharusnya memuaskan dan bukan hanya pada saat buka puasa.

Puasa juga akan memberikan kepuasan karena upah yang sudah disediakan Tuhan. Tentu saja puasa tidak dilakukan demi untuk upah itu. Puasa seharusnya dilakukan karena sudah puas dengan semua pemberian yang Allah berikan, dan bukan untuk tuntutan agar bisa mendapatkan yang lebih banyak lagi. Puasa mendapatkan kepuasan, karena dalam puasa bisa melihat rencana Allah ketika hidup ini makin bergantung kepada-Nya. Bukankah bisa melihat rencana Allah dan bisa melakukannya mendatangkan kepuasan?!

Berbahagialah mereka yang puasa bukan untuk menunjukkan kewajiban agama seperti orang munafik, tapi yang bisa puas dalam segala keadaan, termasuk pada saat tidak bergantung kepada makanan, minuman dan segala berkat Tuhan, tapi bergantung kepada sumber berkat, yaitu Tuhan itu sendiri. Maka dalam puasa pun bisa merasakan puas ah!

Monday, July 28, 2008

Ask, Search and Find?!


7 "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. 8 Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. 9 Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, 10 atau memberi ular, jika ia meminta ikan? 11 Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
Mat 7:7-11


Apa saja yang harus diminta?
Biasanya ayat ini suka ditafsirkan semaunya di luar konteks. Apa saja yang dipikirkan, semuanya akan diminta, terutama uang dan materi serta kesuksesan. Padahal dalam Mat 6:24, tidak boleh diperbudak oleh Mammon. Tapi, justru uang yang menjadi prioritas utama dan yang mungkin paling banyak diminta di dalam doa-doa orang percaya?!

Melihat konteks dekat di dalam perikopnya, memakai contoh soal meminta makanan. Maka makanan yang seharusnya diminta. Berdasarkan konteks dari Doa Bapa Kami, salah satu permintaan yang penting adalah makanan. Tapi berdasarkan Mat 6:25-34, kekuatiran akan makanan dan menjadi prioritas pencarian adalah salah satu ciri dari orang-orang yang tidak mengenal Allah. Tentu saja boleh diminta, tapi bukan dengan penuh kekuatiran.

Berdasarkan konteks Mat 7:7-11, khususnya ayat 11 menyatakan bahwa Bapa di Sorga akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya. Maka seharusnya yang ditanyakan adalah apa saja yang baik yang harus diminta, dicari dan yang akan didapatkan?

Meminta, Mencari dan Mendapatkan yang baik
Untuk mengerti apa saja yang baik, maka kita harus melihat konteks dari kotbah di bukit. Yang harus diperhatikan pertama adlah tiga permintaan pertama di dalam Doa Bapa Kami, kekudusan nama Allah, Kerajaan Allah dan Kehendak Allah terjadi (Mat 6:9-10). Baru sesudah itu melihat tiga permintaan selanjutnya yang berhubungan dengan tiga permintaan pertama, makanan dan seluruh kebutuhan hidup, pengampunan dosa, serta pemeliharaan Allah (Mat 6:11-13).
Selanjutnya juga harus melihat Mat 6: 33, yaitu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya dengan janji semua kebutuhan akan ditambahkan (didapatkan).

Jadi, makanan dan seluruh kebutuhan hidup bukan yang menjadi pusat dari permintaan, pencarian dan yang harus didapatkan. Seharusnyapun semuanya itu diminta, dicari dan didapatkan untuk menggenapkan kehadiran Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya yang menjadi pusat dan fokus semua permintaan, pencarian dan apa yang didapatkan.
Jika semua kebutuhan itu diminta, dicari dan didapatkan bukan untuk Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya maka menjadi sama persis dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah.

Yang baik itu di dalam sudut pandang Bapa yang tahu apa yang terbaik bagi anak-anak-Nya. Kita tidak pernah bisa melihat big picture, tapi Bapa bisa melihatnya. Sehingga yang baik itu harus selalu dari sudut kehendak-Nya dan bukan kehendak kita. Kita lebih menyukai batu dibandingkan roti. Dan bahkan meminta ular dibandingkan dengan ikan. Tapi dari sudut pandang kita, mungkin kelihatannya baik. Itu sebabnya kehendak Allah yang harus menjadi lebih utama dan bukan keinginan kita yang seolah-olah ingin menyesuaikan dengan kehendak Allah.

Meminta, mencari dan mendapatkan yang baikpun perlu pembelajaran. Pembelajaran ini bukan hanya untuk sehari, tapi pembelajaran seumur hidup dan setiap saat. Karena setiap hari kita sedang ditipu oleh Iblis dengan berbagai macam permintaan dan ketidakpuasan. Dan anehnya, kita lebih percaya kepadanya daripada perkataan2 dalam firman-Nya. Sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dan tidak memiliki Firman, banyak orang percaya ditipu untuk meminta, mencari dan mendapatkan semua keinginannya.

Pernahkah Anda meminta, mencari dan mendapatkan yang baik untuk Kerajaan Allah dan kebenaran-NYa? Mintalah dari sekarang! Carilah, maka pasti akan mendapatkannya!

Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.
Yoh 15:7


Monday, June 30, 2008

Pergi!

19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Matius 28:19-20

Tahun lalu pernah tulis tentang Mana yang lebih Penting: Penginjilan atau Pemuridan? dengan sedikit mengutip empat kata kerja dalam Matius 28:19-20:
1. poreuthentes. Diterjemahkan dengan Pergilah (Go). Participle ini justru memakai bentuk aorist passive deponent. Nuansanya adalah perintah tetapi memakai bentuk pasif.
2. matheteusate. Diterjemahkan dengan jadikanlah murid (Make disciple). Bentuk dari kata kerja ini adalah imperative aorist active.
3. baptizontes. Diterjemahkan baptislah (baptizing). Bentuk participle ini adalah present active.
4. didaskontes. Diterjemahkan ajarlah (teaching). Ini juga adalah participle present active.
Jadi, saya tidak akan membahas empat hal diatas lagi, tapi melihat beberapa pertanyaan aplikatifnya.

Pergi dari mana?
Kebanyakan kita hanya bertanya pergi ke mana. Mungkin itu juga yang dipertanyakan para murid, mereka harus ke mana? Selain itu harus ada pertanyaan lain yang harus dipertanyakan, yaitu pergi dari mana? Murid-murid sesudah bersaksi di Yerusalem, mereka diperintahkan pergi dari Yerusalem, termasuk dengan mengijinkan penganiayaan supaya mereka tersebar ke seluruh dunia.

Bagaimana dengan kita? Perginya dari mana? Saya bukan melihat hanya kepada masalah tempat, tapi yang lebih mendasar, yaitu masalah hati. Kita harus pergi dari KEEGOISAN kita. Kecintaan kita pada diri kita dan segala keinginan yang hanya membuat kita jauh dari kehendak Allah dan bahkan melawan-Nya.

Kemarin nonton Kick Andy di MetroTV. Andy Noya menunjukkan beberapa orang (termasuk yang cacat) yang tidak lagi hanya memikirkan keadaan dirinya dan minta dikasihani, tapi dengan cinta kasih yang dianugerahkan Tuhan malahan memikirkan bagaimana membantu orang lain.
Jadi, jangan hanya tanya pergi ke mana tapi tidak pernah pergi dari keegoisan kita..

Pergi kepada siapa?
Ketika pergi hanya memikirkan tempat, maka kita hanya akan berkonsentrasi dengan benda-benda mati dan kehidupan kita. Memang tempat dan lingkungan kita diutus juga penting untuk dipikirkan. Tapi, ada yang lebih penting dari tempat itu yaitu pergi kepada siapa.

Yang menjadi pusat adalah bangsa-bangsa, manusia! Kita dipanggil pergi dari keegoisan kita yang bukan lagi pergi ke mana-mana untuk diri kita, tempat kita tinggal dan mencari keamanan dan kedamaian bagi diri kita sendiri. Tapi, kita diminta untuk pergi melayani manusia demi untuk kemuliaan Tuhan.

Pusat kita juga bukan materi, bahan, metode atau program yang harus dilayani. Yang harus jadi pusat adalah Tuhan yang menginginkan kita melayani manusia yang unik, yang tidak bisa selalu dilayani dengan metode yang seragam. Setiap manusia memiliki keunikan dan membutuhkan pendekatan yang berbeda. Bangsa, budaya, keberdosaan, karakter, filsafat, keluarga, pendidikan, status dan berbagai macam hal yang membuat setiap manusia mempunyai permasalahan sendiri yang kompleks. Semua metode hanyalah pendekatan untuk mencoba memahami dan mengerti, tapi itu bukan mutlak. Yang mutlak adalah Tuhan sendiri yang bekerja dengan Injil sejati yang harus kita beritakan.

Pergi untuk Apa?
Jelas untuk menjadikan murid, baptis dan mengajar. Ini melibatkan kesaksian, penginjilan dan pemuridan. Banyak yang tidak pernah menyadari bahwa hidup di dunia ini seharusnya bersaksi, melipat gandakan gambar Allah (dengan menikah, punya anak dan mendidik anak atau dengan pemberitaan Injil), sesudah itu mendidik gambar Allah itu sampai menjadi Gambar Allah yang sempurna.

Setiap orang Kristen seharusnya melakukan hal ini di dalam hidupnya, melalui pekerjaan dan panggilannya masing-masing. Memang soal baptis lebih baik dilakukan oleh orang-orang yang sudah ditunjuk untuk melakukannya (maksudnya Pendeta). Tapi, soal menceritakan Injil dan mengajarkan kebenaran Injil yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan dan pekerjaan kita, seharusnya bisa dilakukan oleh semua orang percaya yang sudah menjadi murid.

Pasti kita akan berpikir bahwa melakukan semuanya sangat sulit. Itu sebabnya Tuhan Yesus yang memiliki kuasa berjanji menyertai kita sampai kepada akhir zaman.

Jadi, Pergilah!

Monday, June 9, 2008

Kepastian ditengah Ketidakpastian Hidup

Minggu lalu diminta untuk mengkhotbahkan tema kepastian ditengah ketidakpastian hidup. Ada yang aneh dengan tema ini. Karena pemikiran awalnya adalah ketidakpastian hidup. Kenapa merasa hidup semakin tidak pasti, karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, kenaikan berbagai macam kebutuhan pokok, tapi penghasilan belum naik-naik juga. Kalau yang merasa tidak pasti adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah sih wajar, tapi kalau ini dipikirkan oleh orang-orang yang mengaku mengenal Allah, maka pasti ada yang salah.

25 "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?...
32 Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu....
Mat 6:25-34

Berhenti Kuatir! Mana Mungkin?
Mana mungkin berhenti kuatir, lagipula menguatirkan untuk berhenti kuatir sudah menambah kekuatiran. Seluruh dunia sedang resesi, bahkan negara-negara kaya dan majupun mulai kuatir, masakan kita tidak perlu kuatir?

Mungkin pikiran yang sama ada didalam murid-murid Tuhan Yesus yang hidup di negara yang waktu itu sedang dijajah oleh Romawi dengan penghasilan yang selalu harus dipotong oleh pemungut cukai yang tidak sedikit, ditambah dengan perpuluhan dan persembahan yang tidak habis2nya yang harus dibawa ke Bait Allah. Kalau situasi politik waktu itu tenang, mungkin masih OK. Tapi, saat itu sering terjadi pemberontakan, dan perampokan di tengah jalanpun itu sudah biasa. Lebih parah lagi, bangsa itu terus dijadikan perebutan oleh Syria, Mesir dan terakhir Romawi. Mereka sedang menunggu Messias untuk membebaskan mereka, tapi menurut mereka belum datang-datang juga. Bisakah untuk tidak kuatir??
Sang Messias sendiri yang mengatakan untuk berhenti kuatir! Hmmm..Pasti ada alasannya.

Tidak Mengenal Allah
Apa yang membuat manusia kuatir dalam hidup ini? Tidak bisa hidup? Karena tidak ada makanan dan pakaian maka tidak bisa hidup? Itu kekuatiran dari beberapa persen penduduk dunia ini yang sedang hidup dalam kelaparan. Tapi, apa yang menjadi kekuatiran dari orang-orang yang tidak kelaparan? Tidak ada jaminan masa depan? Tidak ada jaminan untuk tetap mempertahankan segala kesenangan dan kenikmatan? Lho, bukankah memang semuanya itu tidak bisa dipertahankan dan suatu saat pasti hilang?! Hanya tinggal menunggu waktu untuk menghadapi semuanya, karena semuanya sementara dan terakhir kita harus mati dan meninggalkan semuanya..
Kalau memang sudah pasti untuk kehilangan semuanya, mengapa harus kuatir dan merasa tidak pasti? Mengapa bukan mempersiapkan diri untuk kehilangan segala sesuatu dan menghadapi saat seperti itu? Bukankah itu lebih realistis?!

Orang-orang tidak mengenal Allah memperjuangkan hidup mereka sendiri karena mereka tidak mempunyai dan mengenal Allah yang menjamin hidup mereka. Itu sebabnya, bagi mereka hidup hanyalah masalah, makan, minum, fashion, segala kebutuhan dan kenikmatan untuk hidup. Dan semuanya memerlukan uang. Jadi mereka perlu jaminan politik yang baik, hukum yang baik, ekonomi yang baik dan segala ketenangan dan kenyamanan supaya bisa tetap mempertahankan dan bahkan meningkatkan segala keinginan untuk memuaskan diri. Ups.., tapi dunia ini tidak seindah yang mereka bayangkan. Segala sesuatu kelihatannya berubah ke arah yang negatif, tidak ada kepastian sama sekali, tidak ada pegangan...

Bagaimana dengan orang-orang yang mengenal Allah? Samakah? Atau ada perbedaan signifikan?!

Bapa di Sorga yang Jamin
Hidup di tengah keadaan dunia yang sama, harusnya tidak ada perbedaan antara orang yang mengenal Allah dan tidak mengenal Allah. Sama-sama menghadapi kesulitan dan resesi dunia. Apakah yang mebedakan orang percaya mendapatkan berkat-berkat dan jaminan sosial yang lebih banyak dari orang yang tidak mengenal Allah?

Jaminan kepastian hidup ini bukan di berkat-berkat pemberian Allah, tapi di dalm Allah sendiri. Bapa di Sorga yang mencipta, memelihara dan menyempurnakan adalah jaminanan yang pasti dalam hidup ini. Ia bukan hanya tahu apa yang menjadi kebutuhan kita, Ia memelihara hidup kita dan bahkan akan menyempurnakan segala sesuatu. Tidak ada jaminan lain dalam hidup ini.
Kalau seseorang melihat jaminan kepada benda2 mati (seluruh harta kita yang akan hilang), maka orang yang hidup itu bodoh sekali karena percya kepada benda mati. Kalau melihat jaminan kepada pemerintah yang tidak mengenal Allah untuk menjamin kestabilan segala sesuatu, maka sama bodohnya. Karena mereka juga sedang bingung dan tidak bisa memberi kepastian. Dan kalau bergantung kepada kita yang bisa berjuang untuk menghadapi hidup ini, kita terlalu kecil untuk menghadapi dunia ini.

Hanya Bapa di Sorga yang bisa jamin semuanya. Ia mengerti bagaimana memulai, memelihara dan mengakhiri semuanya. Maka, kenapa kita menuyusahkan diri dan mengkuatirkan akan segala sesuatu yang sudah disiapkan oleh Allah. Mengapa kita tidak percaya saja kepada-Nya yang lebih tau akan segala sesuatu? Mengapa kita mengkuatirkan dan bersusah payah untuk mencari sesuatu demi untuk mempertahankan hidup ini?
Bukankah yang seharusnya kita pikirkan adalah buat apa hidup ini? Mengapa ditengah kesulitan hidup ini kita masih hidup? Untuk apa hidup ini?

Jika Bapa sudah menjamin seluruh kebutuhan hidup kita, bukan hanya untuk masa depan yang sementara, tapi juga untuk hidup yang kekal, maka kita harus berhenti kuatir. Yang perlu, hanya percaya Bapa sudah menyediakan semuanya. Tinggal menunggu waktunya tiba. Yang lebih penting, bagaimana kita mempergunakan hidup ini. Tetap bekerja, bahkan bekerha lebih keras, bukan untuk mendapatkan tambahan dan jaminan hidup di dunia ini, tapi sebagai ucapan syukur karena penyertaan, pemeliharaan dan demi untuk memuliakan Dia, menyaksikan Allah yang kita kenal.

Berbahagialah orang-orang yang kepastian hidupnya bukan di dalam kesementaraan yang akan hilang dan keadaan yang terus berubah, tapi kepastiannya ada didalam Allah sendiri yang menjamin segala sesuatunya ada di dalam kontrol-Nya.

Soli Deo Gloria.

Monday, April 28, 2008

Baju Pesta

Kebanyakan orang sangat menginginkan melihat jumlah orang yang sangat banyak hadir dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Semakin banyak orang yang datang, maka semakin sukses acara itu. Demi untuk kesuksesan acara itu, maksudnya demi untuk banyak orang yang datang, maka kualitas dan pemilihan tidak dihiraukan. Yang penting banyak.

Bagaimana dengan Tuhan? Apakah Ia juga tertarik dengan jumlah yang banyak untuk masuk Kerajaan Sorga? Adakah Ia tidak memilih orang-orang yang Ia inginkan untuk masuk?
Kalau Ia memilih, apa dasar pemilihan-Nya? Kebaikan seseorang?

1 Lalu Yesus berbicara pula dalam perumpamaan kepada mereka: 2 "Hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. 3 Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang....
9 Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. 10 Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu. 11 Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. 12 Ia berkata kepadanya: Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. 13 Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.
14 Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih."
Mat 22:1-14

Perumpamaan tentang Perjamuan Kawin ini adalah sambungan dari dua perumpamaan sebelumnya di dalam Matius 21, perumpamaan tentang dua orang anak dan perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebuan anggur. Ketiga perumpamaan ini diajarkan di Bait Allah di Yerusalem, sesudah imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi mempertanyakan dari mana kuasa Yesus.

Undangan Allah untuk bersukacita (2)
Undangan Allah bagi manusia adalah undangan untuk bersukacita bersama-sama dengan-Nya. Dari sejak Allah mencipta manusia, Ia memberikan bukan hanya kebutuhan tapi juga kenikmatan yang bisa membuat manusia bersukacita. Bahkan untuk sampai selama-lamanya, Ia mau supaya umat-Nya bisa bersukacita. Sayang sekali, manusia dari awal sudah menolak sukacita yang sejati karena ditipu oleh Iblis. Bahkan sepanjang zaman, manusia menolak undangan yang Allah terus berikan kepada manusia.
Berbahagialah orang-orang yang mendapatkan anugerah untuk diundang. Dan lebih berbahagia lagi orang-orang yang mendapatkan anugerah untuk menerima undangan itu.

Akibat undangan ditolak (3-7)
Bahkan bangsa pilihan Allah sendiri terus-menerus nabi-nabi yang diutus oleh Allah.
Mengapa mereka menolak? Karena mereka lebih memperhatikan kebutuhan hidup mereka. Mereka tidak mau memberi perhatian kepada undangan Allah. Mereka merasa sudah cukup baik dengan perbuatan mereka untuk masuk dalam kerajaan Sorga. Selama hidup mereka enak dan cukup, mereka tidak butuh Allah. Selama sejarah Israel menunjukkan bahwa mereka hanya datang kepada Allah dalam kesulitan mereka. Mereka hanya mengharapkan sukacita yang sementara dan tidak mau menerima sukacita sejati!
Lebih parah lagi, mereka dengan aktif melawan para utusan Allah, mempermalukan, memukul dan bahkan ada yang dibunuh.

Akibatnya, Allah membinasakan mereka dan membakar kota mereka. Tuhan Yesus membicarakan tentang kehancuran Yerusalem yang terjadi pada tahun 70 M. Meskipun penghukuman ini juga berlaku bagi orang-orang yang menolak undangan itu.

Belajar dari bangsa pilihan Allah, adakah kita juga hanya memanfaatkan Allah demi untuk kebutuhan sehari-hari tapi menolak sukacita kekal yang ditawarkan di dalam Dia?

Undangan lain bagi yang tidak layak (8-10)
Ketika bangsa pilihan-Nya menolak, maka panggilan terbuka bagi bangsa-bangsa lain yang lebih tidak layak lagi. Bangsa pilihan-Nya sendiri tidak layak, apalagi bangsa-bangsa lainnya.
Kita harus memikirkan bahwa kita tidak pernah layak. Yang layak bagi kita adalah hidup menderita, dimurkai Allah dan masuk neraka sampai selama-lamanya. Kalau masih dapat hidup seperti sekarang ini, apalagi diundang untuk masuk dalam Kerajaan Sorga, maka anugerah Allah terlalu besar bagi kita yang tidak layak.

Banyak yang dipanggil tapi sedikit yang dipilih (11-14)
Panggilan umum berlaku bagi setiap bangsa, tapi bukan berarti semua orang pasti dipilih. Karena hanya orang pilihanlah yang mendapatkan anugerah itu.
Kelihatannya aneh, kalau sang Raja menuntut setiap orang memakai pakaian pesta. Bukankah semua orang tidak mempersiapkan diri untuk ke perjamuan kawin? Pasti semuanya tidak bersiap dengan pakaian pesta! Tapi, kenapa ada yang berpakaian pesta dan ada yang tidak? Seperti adat dari beberapa daerah Timur, kemungkinan besar setiap orang yang datang diberikan baju pesta dan diminta untuk mengganti bajunya yang tidak layak. Tapi, ada orang yang merasa bajunya sudah cukup baik dan cukup layak, sehingga tidak perlu diganti.

Ada anugerah yang ditawarkan untuk masuk dalam pesta dengan memakai pakaian yang layak, tapi ada yang menolak karena merasa sudah cukup layak. Hanya orang pilihanlah yang dikenakan baju pesta dan siap untuk perjamuan kawin itu. Orang-orang yang merasa sudah cukup baik dan tidak mau mengganti pakaiannya, adalah orang-orang yang akan mendapatkan penghukuman karena menolak anugerah itu.

Tidak ada yang layak untuk dipanggil dan dipilih. Semua manusia tidak layak dihadapan Allah, tidak ada yang cukup baik untuk bisa dipilih. Kalaupun ada yang dipanggil dan dipilih, dasarnya adalah kemurahan dan belas kasihan Allah. Panggilan bisa diberikan kepada setiap orang, tapi anugerah keselamatan hanya bagi orang yang sudah dipilih Bapa sebelum dunia dijadikan, ditebus oleh Tuhan Yesus Kristus dan dilahirkan kembali oleh Roh Kudus. Semuanya adalah anugerah.

Apakah Anda yang diundang Allah untuk bersukacita bersama-Nya? Apakah Anda sudah mengenakan baju pesta yang adalah anugerah-Nya? Siapkah Anda menikmati segala kepenuhan sukacita di dalam Yesus Kristus?

Wednesday, February 13, 2008

Hari (?) Kasih Sayang

Valentine's Day (hari yang tidak jelas asal-usulnya, karena umumnya penjelasannya dari legenda) biasanya menjadi hari istimewa bagi orang-orang yang saling mencintai, tapi mungkin menjadi hari yang menyebalkan bagi sebagian orang yang tidak memiliki kekasih!?
Bagi yang merayakannya, hari itu menjadi hari yang berbeda. Biasanya yang tidak romantis, tiba-tiba berubah menjadi romantis. Hari selanjutnya berubah lagi seperti biasa. Kalau betul begitu, maka hanya satu hari menjadi sangat mengasihi, sisanya sepanjang tahun mungkin menjadi kurang mengasihi dan bahkan membenci. Bagaimana Alkitab berbicara tentang Kasih? Pasti banyak, karena Alkitab berbicara tentang Allah yang adalah Kasih dan Allah yang begitu mengasihi manusia.
Bagaimana dengan respon manusia yang seharusnya terhadap kasih?

37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Mat 22:37-39

Kasih Allah dan Mengasihi Manusia
Ada hubungan yang sangat erat antara Kasih Allah dan mengasihi manusia. Tanpa Kasih Allah, maka manusia tidak akan pernah mengerti kasih yang sejati. Kasih manusia hanyalah kasih yang egois. Sekalipun manusia ingin berkorban bagi sesama manusia yang lain, biasanya karena ada alasan yang egois dibalik pengorbanan itu. Berbeda dengan kasih Allah yang justru berkorban bagi manusia yang berdosa, membenciNya dan bahkan melawanNya. Kasih yang memberi diriNya sendiri. Kasih Allah menjadi dasar untuk mengasihi manusia, kasih yang sejati.
Sebaliknya, tanpa mengasihi manusia, sulit sekali untuk mengasihi Allah. Jika seseorang betul-betul mengasihi sesama manusia, ia akan mengasihi Allah yang mencipta manusia. Karena ia akan melihat kasih Allah terhadap sesama manusianya. Tapi, karena kasih manusia yang egois maka ia tidak pernah bisa melihat kasih Allah dan tidak bisa mengasihi Allah, karena ia hanya akan menuntut kasih sebaliknya dari sesamanya yang dikasihinya. Padahal jika kita mengasihi sesama manusia, kita akan lebih lagi mengasihi Allah. Mengasihi manusia adalah pembelajaran untuk mengasihi Allah. Semua pembelajaran kasih itu biasanya hanya untuk relasi yang sementara dan akan berakhir, tapi berguna sampai pada kekekalan. Maka, jika seseorang mengasihi sesama manusia tapi tidak mengasihi Allah maka ia gagal melihat esensi dari kasih yang berasal dari Allah dan seharusnya kembali kepadaNya.

Cinta Sejati
Kasih yang sejati berbeda dengan cinta romantis yang ditonjolkan dalam Valentine's Day. Kasih yang sejati adalah kasih yang terus-menerus, bukan hanya di hari tertentu. Seperti kasih Allah kepada manusia yang tidak pernah berubah, sekalipun umat pilihanNya berdosa, Allah tetap mengasihi dengan memberikan hajaran dan didikan.
Selain itu, kasih yang sejati itu bertumbuh. Kasih yang dimiliki oleh manusia biasanya dimulai dengan cinta yang egois, yang kemudian bertumbuh menjadi kasih yang memberi, tanpa syarat dan berkorban, yang mencapai puncaknya ketika serupa dengan Kristus, bisa mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan. Sekarang, kita memang menginginkan semua itu terjadi dan kita sudah memakai keseluruhan hidup dan kekuatan kita untuk mengasihi Tuhan, tapi kita belum sempurna. Butuh proses yang bergantung kepada pengenalan yang semakin mendalam kepada Allah.
Kasih yang sejati adalah kasih yang menjadi dirinya sendiri. Bukan kasih yang pura-pura. Karena orang Kristen disuruh mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Kita tidak perlu berubah menjadi lebih romantis untuk bisa betul-betul mengasihi, kita hanya perlu bertumbuh dan terus-menerus diperbarui Tuhan untuk makin berlimpah dengan cinta kasih yang sejati.
Tanpa Valentine's Day-pun kasih harus tetap ditunjukkan, dan bahkan semakin hari semakin dalam karena relasi dengan Tuhan dan sesama manusia yang semakin dalam. Maka setiap hari adalah hari Kasih Sayang. Hari-hari di mana seorang Kristen belajar dan menyatakan kasihnya kepada Tuhan dan kepada sesama manusia. Hari-hari di mana kasihnya akan semakin bertumbuh dan semakin mendalam.. Hari-hari yang diisi bukan dengan kepura-puraan untuk menjadi orang lain dengan cinta yg romantis di dalam satu hari, tapi hari-hari yang semakin menjadi dirinya sendiri yang terus-menerus diperbarui untuk mempraktekkan cinta kasih yang sejati yang terus bertumbuh.

Semakin seseorang ingin menunjukkan betapa besar cintanya di dalam satu hari, semakin menunjukkan bahwa sebelumnya ia kurang mencintai, sama seperti sesudah hari itu.
Ronald Arthur

Wednesday, December 12, 2007

I'll have a blue Christmas without YOU

Bukan bermaksud untuk membahas lagu yang tidak ada nafas kekristenannya, tapi sudah dianggap sebagai salah satu lagu Natal. Hanya meminjam judulnya saja.

Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.
Yesaya 7:14

"Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" yang berarti: Allah menyertai kita.
Mat 1:23


Imanuel menjadi salah satu nubuat yang sangat penting bagi umat manusia. Karena Allah yang begitu jauh dan menakutkan, sekarang menjadi dekat dan bersama-sama umatNya. Yesus Kristus tidak memilih untuk lahir di dalam Bait Allah, di dalam Ruang Maha Kudus (tempat yang paling kudus di dunia!?). Tapi, memilih untuk lahir di tempat yang paling jorok, tapi paling dekat dengan umat gembalaanNya, yaitu di kandang binatang.
Ia tidak lahir di dalam istana dan dihadapan pembesar2 dengan segala kemewahannya. Kabar gembira tentang kelahirannya pertama kali diberitakan bukan kepada para pembesar dan raja2 yang berhak menerima informasi terbaru, dan terakurat. Tapi justru kabar gembiranya dibagikan kepada para gembala yang berada di padang (orang yang terbuang?), ditambah dengan konser gratis dari para malaikat. Tidak perlu membeli tiket, semuanya gratis.....

Natal yang pertama, jauh sekali berbeda dengan zaman sekarang ini.

Promosi dari perayaan Natal diberitakan oleh para nabi sepanjang zaman. Tapi, pada waktunya tiba hanya diberitakan kepada segelintir orang. Zaman sekarang ini, semua berlomba-lomba mempromosikan perayaan Natalnya. Entah dengan KKR, ada konser musik, ada penyanyi, drama, dll. Banyak yang ingin mendapatkan orang-orang baru dan jiwa-jiwa yang terhilang. Rencananya dibuat sematang mungkin, panitia dibentuk. Rapat2 dan pencarian dana. Promosi kesana-kemari.
Jauh sekali berbeda dengan Natal yang pertama. Hanya diberitahukan kepada gembala dan orang2 majus. Tidak pentingkah Natal yang pertama, sehingga hanya diberitahukan kepada segelintir orang? Bukankah itu kesukaan besar bagi dunia? Kenapa tidak diadakan KKR di stadion yang paling besar di dunia + siaran langsung ke seluruh TV di dunia (dua2nya belum ada sih!)?
Ataukah, mungkin perayaan2 Natal yang sekarang ini jauh lebih penting? Harus menyewa tempat2 yang besar dan lumayan mahal. Kenapa tempat yang besar dan mahal? Ada yang terus terang mengakui, biar yang datang adalah orang2 yang berkelas dan berduit. Bukan sedang bersaing dengan gereja2 yang lain untuk menarik orang baru (dan kaya) lebih banyak lagi, tapi kenyataannya sedang bersaing. Masing-masing dengan cara dan keinginan sendiri. Adakah Yesus Kristus yang menjadi pusat di dalam semuanya? Adakah Allah menyertai umatNya? Semua pasti menjawab, "Ya! Kami memberitakan Yesus Kristus yang lahir dengan segala sukacitanya dan semuanya untuk kemuliaan Allah"

Natal zaman sekarang ini berusaha menghadirkan sukacita. Dan sukacita itu diusahakan bisa didapatkan dari berbagai sumber. Entah itu tempat perayaan yang lebih enak, besar dan megah, acara2 yang lebih variatif dan menghibur, musik, drama, konser, dan tentu saja diharapkan bersifat kekeluargaan. Di sisi yang lebih ekstrim, sukacita itu coba didapatkan melalui Santa Claus, kasih dan perhatian lewat kartu Natal, pemberian kado, film-film dan lagu2 yang bernuansa Natal, tapi tanpa Kristus. Adakah manusia bersukacita dengan Natal? Adakah penyertaan Allah kepada umatNya?

Sukacita lewat perayaan yang sedang ditawarkan sekarang ini kebanyakan adalah sukacita palsu. Karena sukacita yang sejati didapatkan lewat Imanuel. Ya, Allah menjadi manusia, mengubah hidup manusia yang berdosa. Bukan lagi menjadi sama dengan dunia ini yang hanya ingin terus dilayani, tapi melayani. Bukan mengandalkan segala kebesaran, kemegahan dan kemewahan, tapi justru kesederhanaan dan kasih yang tidak menuntut balas. Mencari orang-orang yang terhilang, yang tersingkir karena keberdosaan dan bukan karena mereka orang-orang kaya yang bisa mendukung perkembangan gereja. Bukan dengan motivasi untuk mendapatkan orang lebih banyak untuk perkembangan gereja sendiri (yang berimplikasi kpd jumlah persembahan yg lebih banyak), tapi untuk menggenapi apa yang menjadi kehendak Allah.
Sukacita ini didapatkan bukan dengan jaminan dalam hidup yang pasti enak, penuh kemewahan dan kegembiraan, seperti dalam perayaan2 Natal. Sukacita itu akan menguap sesudah perayaan dan kebersamaan selesai. Tapi, sukacita yang sejati berpusat pada Yesus Kristus yang menjadi gembala jiwa dalam segala keadaan dan setiap saat. Kalau Tuhan sudah menyertai kita, apalagi yang kita butuhkan? Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.

Tanpa Kristus dan penyertaanNya, perayaan natal dengan segala variasi dan hiburannya hanya akan menjadi sukacita palsu yang akan berakhir dengan kesedihan. I'll have a blue Christmas without YOU.

Monday, July 23, 2007

Garam Bumi - Terang Dunia

13 "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. 14 Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. 15 Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. 16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
Mat 5:13-16

Kamu adalah
Banyak orang Kristen tidak memperhatikan kalimat dari Tuhan Yesus. Ia bukan memerintahkan murid-muridNya untuk menjadi garam dan terang. Kalimat dari Tuhan Yesus bukan suatu perintah untuk menjadi, melainkan suatu pernyataan keberadaan dari murid-muridNya. Tuhan Yesus mengatakan, "Kamu adalah..." Artinya murid-murid Kristus tidak perlu untuk menginginkan dan berusaha menjadi garam dan terang, karena murid-murid Kristus sudah menjadi garam dan terang.
Banyak orang Kristen tidak menyadari akan hal ini karena merasa dirinya kurang bersaksi sehingga tidak menjadi garam dan terang. Sehingga ada sebagian yang ingin menjadi garam dan terang. Sehingga bisa bersaksi. Padahal kalau kita memperhatikan dengan baik kalimat Tuhan Yesus, itu bukan masalah menjadi atau tidak, melainkan berfungsi atau tidak. Garam tetap asin atau menjadi tawar; Terang bersinar atau ditutupi.
Maka kita harusnya menyadari keberadaan kita sebagai garam dan terang. Sambil kemudian memikirkan fungsi sebagai garam dan terang di tengah dunia ini. Karena jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?

Garam Bumi
Di dalam Alkitab bahasa Yunani (GNT), kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka lebih tepat kalau dikatakan Garam Bumi/Tanah (Earth/Land). Karena kata yang dipakai berbeda dengan kata 'dunia' yang dipakai untuk terang dunia.
Garam di zaman dulu mempunyai beberapa fungsi:
- sebagai bumbu makanan (penyedap yang membuat makanan tidak hambar)
- sebagai pengawet makanan
- membuat tanah subur
Arti yang terakhir, sepertinya lebih cocok dipergunakan untuk maksud Tuhan Yesus kepada murid-muridNya. Murid-murid Tuhan Yesus adalah Garam Bumi, mempunyai fungsi untuk mempengaruhi masyarakat yang berdosa ini menjadi masyarakat dimana kebenaran bertumbuh dengan subur.
Maka, kemana saja murid-murid Kristus ditempatkan, masyarakat di situ akan melihat kebenaran. Bukan hanya menahan pembusukan dari dosa-dosa yang disebabkan oleh masyarakat yang berdosa, tetapi juga secara aktif membawa kebenaran yang berpusat kepada Kristus. Sang Garam tidak mempunyai pilihan, hanya bisa mengasinkan. Kalau tidak asin, maka garam sudah menjadi sama dengan tanah/bumi, tidak ada gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Saya percaya bahwa murid-murid Kristus tetap memiliki keasinanan, hanya saja seringkali orang-orang percaya lebih suka menjadi sama dengan bumi dan seringkali menyangka bahwa mereka harus menjadi sama dengan bumi daripada menyadari bahwa mereka adalah garam bumi. Sebagian lagi justru menghindar dari bumi (baca: masyarakat), karena ingin mempertahankan keasinan mereka dan berpikir bahwa bumi akan membuat mereka menjadi tawar. Tapi, garam bumi seharusnya tidak memisahkan diri dari bumi. Justru garam diperlukan untuk bumi. Jikalau memang asin, kenapa takut menjadi tawar?

Terang Dunia
Sama seperti garam yang berguna bagi kegersangan bumi, maka terangpun berguna untuk menyinari kegelapan dunia. Sebenarnya, lebih sulit menutupi terang dibadingkan dengan bersinar. Karena bersinar sudah menjadi bagian dari terang. Tidak perlu melakukan apa-apa lagi, pasti bersinar. Justru yang lebih menyulitkan ketika terang menutupi dirinya. Kegelapan tidak bisa menutupi terang. Ada hal-hal lain yang dipergunakan untuk menutupi terang itu.
Terang manusia seharusnya merupakan refleksi dari Kristus yang adalah Terang Dunia (Yoh 8:12). Tidak ada usaha lain yang dibutuhkan oleh manusia, hanya memancarkan terangnya yang berasala dari Yesus Kristus. Tetapi seringkali, manusia menutupi terang yang sesungguhnya dengan meninggikan dirinya (yang asalnya justru dari kegelapan) dibandingkan dengan menyatakan Kristus yang adalah Sumber Terang.
Memang orang-orang percaya sudah menjadi terang dunia. Tetapi, yang membuat orang percaya menjadi terang dunia adalah Kristus. Maka, ketika hanya berpusat kepada diri sendiri dan bukan Kristus yang menjadi pusat, sesungguhnya orang-orang percaya hanya menutupi terang.
Seandainya setiap orang percaya bersinar dan tidak menutupi terang itu, maka lebih banyak lagi orang yang akan memuliakan Bapa di Sorga.

Berbahagialah orang-orang percaya yang menyadari keberadaan dirinya sebagai garam bumi dan terang dunia, dan yang melaksanakan fungsinya dengan tidak lari dari bumi ini dan terus aktif memancarkan terang yang memuliakan Bapa di Sorga.

Tuesday, May 29, 2007

Apakah kalau saya sibuk maka saya melakukan kehendak Allah?

Di bulan ini saya mengalami kesibukan yang lebih dalam hal membawakan renungan dan kotbah. Bulan ini, saya berkotbah lebih dari 45 kali dalam satu bulan. Bagi sebagian orang terdengar fantastis, karena beberapa Pendeta yang sibuk mungkin cuma sekitar 20-30 kali sebulan.

Yang menjadi pergumulan dan pertanyaan saya, "Apakah kalau saya sibuk maka saya betul-betul dipakai oleh Tuhan? Apakah saya sedang melakukan kehendak Allah?"
Banyak orang pasti akan menjawab tergantung...
Pertanyaan ini muncul karena di satu gereja saya pernah melihat bahwa dipakai oleh Tuhan identik dengan banyak kotbah. Betulkah sibuk dalam pelayanan pasti identik dengan melakukan kehendak Tuhan?

21 Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. 22 Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? 23 Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"
Mat 7:21-23

Ayat-ayat ini yang sering terbayang-bayang dalam pikiranku. Meskipun ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak percaya, tetapi memanfaatkan nama Yesus dan kuasanya. Namun demikian, ayat ini juga seharusnya berbicara bahwa bukan berapa banyak aktivitas kita yang menunjukkan bahwa kita sedang dipakai ataupun sedang melakukan kehendak Allah.

Kuantitas
Kalau seseorang hanya memiliki sedikit karunia, apakah wajar kalau ia bisa melakukan banyak hal? Sebaliknya, kalau seseorang memiliki banyak karunia, apakah wajar kalau ia hanya mengerjakan sedikit? Maka masing-masing harus mengenal diri dan melihat seberapa banyak karunia, talenta, dan berkat yang sudah Tuhan anugerahkan kepada kita.

Kualitas
Selain soal kuantitas, harusnya juga ada pertanyaan mengenai kualitas. Seberapa berkualitaskah talenta dan karunia yang Tuhan anugerahkan kepada kita? Dan seberapa berkualitaskah yang dikerjakan dan dipersembahkan untuk memuliakan Allah? Sebagian orang tertarik dengan kuantitas, ada lagi yang tertarik dengan kualitas dan menjadikan alasan untuk tidak melakukan banyak hal secara kuantitas.

Banyak orang tertarik dan kagum dengan kuantitas dan kualitas yang dimiliki oleh orang-orang tertentu. Tetapi jarang orang yang bisa melihat sesungguhnya berapa banyak kapasitas yang dimiliki oleh orang-orang itu dan seberapa banyak kuantitas dan kualitas yang seharusnya dilakukan.
Apalagi untuk melihat motivasi dibalik semua kelebihan yang kelihatan. Adakah semua itu untuk menggenapkan kehendak Allah, ataukah hanya sekedar meninggikan diri, menunjukkan kelebihan2 diri yang sesungguhnya adalah anugerah Allah!?

Banyak orang yang merasa sudah sibuk melakukan pelayanan, sebenarnya mungkin jauh dari kehendak Allah. Banyak berkotbah, mungkin hanya sekedar membagikan kebenaran2 yang didapatkan, sementara diri sendiri tidak pernah diubahkan melalui firman. Semakin sibuk melakukan 'pelayanan', malahan mungkin mengorbankan banyak hal yang harus dilayani tetapi mungkin tidak dianggap sepenting pelayanan utama yang dilakukan, misalnya berkotbah. Apakah betul semua kesibukan itu sedang menggenapkan kehendak Allah?

Maka, jangan-jangan orang yang sedang berlibur dan tidak bekerja sama sekali, mungkin lebih memuliakan Tuhan dibandingkan dengan orang-orang yang bekerja keras dalam pelayanan (yang biasanya menganggap dirinya lebih baik dibandingkan dengan orang-orang yang kelihatannya kurang melayani, kurang dipanggil dalam mengajar, berkotbah, memberitakan Injil, dan pelayanan-pelayanan yang lain).

Semoga yang mendapatkan kesempatan, karunia yang banyak, atau mendapatkan kuantitas dan kualitas lebih banyak dari orang lain tidak pernah menganggap diri lebih baik dari orang-orang lain. Karena semuanya anugerah, dan masing-masing ada tanggung jawab yang berbeda kepada Tuhan dan semuanya harus menggenapkan apa yang menjadi kehendak Allah. Semoga kemuliaan Allah yang terus bersinar, baik di dalam waktu-waktu sibuk maupun waktu-waktu luang.